Home > Islam > Kode Etik Pendakwah

Kode Etik Pendakwah

Allah SWT tidak pernah memerintahkan Rasulullah Muhammad SAW untuk berbisnis dalam menyebar kebenaran Islam. Sebaliknya, Allah memerintah agar tidak mengambil upah dalam menyampaikan kebenaran Islam.

Andai dahulu Nabi dan para sahabat menyebarkan kebenaran Islam dengan meminta upah, maka Islam yang mulia ini mungkin hanya akan ada di tanah Arab atau pada mereka yang kaya saja dan tidak akan pernah sampai pada belahan bumi yang lain.

Allah SWT berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (al-Qur’an)”. al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat” (QS. 6:90).

Ketetapan itu pun berlaku pula bagi Nabi dan Rasul terdahulu, sebagaimana dilaksanakan oleh Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shaleh, dan Nabi Syuaib yang dijelaskan dalam ayat berikut: “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam” (QS. 26:109, 127, 145, 164, 180).

Menurut Alquran dan Assunnah, kode etik yang harus dipatuhi para penyampai kebenaran (wa’idh, nashihun amin, mudzakir, al mubalgh, al hadi, ad da’i, ar rasyid) dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Taat dan patuh kepada Allah dan RasulNya.
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS 3:32; 3:132; 4:69).

2. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah.
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka (orang-orang zalim) dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk” (QS 2:150; 3:175; 5:44).

3. Membawa kebenaran dan membenarkannya.
“Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa” (QS 39:33).

4. Mendapat hikmah dari sisi Allah, dan mengetahui serta memahami hikmah tersebut kemudian dapat menerapkan dalam dirinya.
Mereka benar-benar harus dapat mengambil manfaat untuk dirinya sendiri, berbekas dan berpengaruh dalam jiwa, akhlaq budi pekertinya dan amal perbuatannya sehingga ia benar-benar dapat menjadi suri tauladan bagi orang lain.

“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal” (QS. 2:269).

5. Menasihati diri sendiri terlebih dahulu, sehingga dirinya dapat mengamalkan nasihat-nasihat yang akan disampaikan kepada orang lain.
Allah telah memberikan wahyu kepada Nabi Isa anak Maryam: “Hai Isa, nasihatilah dirimu dengan hikmat-Ku. Jika engkau telah mengambil manfaatnya, nasihatilah orang banyak, dan jika tidak, hendaklah merasa malu kepada-Ku” (HQR Dailami yang bersumber dari Abu Musa r.a.).

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir” (QS. 2:44).

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. 61:2-3).

“Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan” (QS. 3:167).

6. Tidak minta upah dalam dakwahnya.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil” (QS. 9:34).

“Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan” (QS. 38:86).

“ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. 36:21).

“Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhannya” (QS. 25:57).

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan” (QS. 42:23).

“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun daripadamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)” (QS. 10:72).

“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah”(QS. 11:29).

“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (QS. 11:51).

“Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam” (QS. 12:104).

Bagi yang minta upah dalam dakwahnya berarti mereka telah mengingkari dan menyembunyikan ayat-ayat Allah, dan diancam dengan ancaman berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah, untuk kepentingan duniawi), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” (QS. 2:174).

“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (QS. 2:175).

“Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran)” (QS. 2:176).

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati” (QS. 2:159).

Dan dalam suatu hadits Rasulullah pernah bersabda, bahwa salah satu tanda bahwa umat Islam merasa asing terhadap Islam adalah agama diperjualbelikan untuk kepentingan dunia.

Akibat dari pendakwah yang tidak memenuhi kode etik di atas adalah dapat dilihat bahwa banyak dakwah yang dilakukan, tetapi perbuatan-perbuatan maksiat, keji, dan mungkar masih merajalela di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini.

Oleh karena itu, kita semua hendaknya introspeksi sekali lagi dalam berdakwah menyampaikan risalah, jangan sampai aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dengan mudah kita langgar; sehingga dakwah yang seharusnya dipenuhi dengan muru’ah dan semangat jihad agar semakin banyak hidayah yang dicurahkan Allah malah berubah menjadi konser spiritual karena orang-orang yang hadir mengikuti dakwah telah terlebih dahulu “membayar tiket” yang telah ditentukan jumlah rupiahnya. Kalau sudah seperti itu, dakwah tak ubahnya konser yang berisi retorika dengan setting panggung, tata cahaya, audio, bahkan mungkin dramaturgi.

Categories: Islam
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment